Sewaktu kecil
Dedi Hermanto, anak dari pasangan
antara Bapak Pasidi dan Ibu Ramilatun dan dari tiga bersaudara, sejak kecil
hanya anak biasa seperti anak-anak lainnya yang senang bermain dan bercanda, sering
kali pada masa kecil bermain di sawah, karena kedua orang tuanya bekerja
sebagai buruh pembuat batu bata, sehingga setiap setelah pulang dari Sekolah
Dasar (SD) di SD 5 Desa Pasuruhan Lor, pergi ke sawah membantu orang tua di sawah
walaupun sering hanya bermain layang-layang dan mencari ikan di sawah.
Ketika malam hari datang, dedi kecil
sering di ajak kakaknya ngaji di tokoh masyarakat muhammadiyah di sekitar rumah
atau langgar muhammadiyah, maklum saja warga sekitar mengikuti organisasi
muhammadiyah sehingga tidak ada pilihan mengaji di situ, sholatpun di masjid
muhammadiyah.
Setelah menginjak sekitar kelas empat
Sekolah Dasar (SD) dedi berpindah mengaji di Musholla dan Makam Mbah Surgi
Murang Djoyo yang tidak jauh dari rumah saya, berjarak sekitar 200 meteran dari
rumah, sehingga saya berpindah mengaji di situ setiap sehabis sholat magrib dan
subuh dan di ajar oleh Bapak Ngasriyanto (Ketua Musholla dan Makam), saat itu
hanya di ajar Jilid dan Juz Amma saja, dan ditambahi beberapa bacaan niat
sholat dan wudlu.
Mulai dewasa
Setelah mengenyam di bangku
Sekolah Dasar (SD) dedi mengenyam di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
SMP 4 Kudus, sewaktu sudah masuk SMP, dedi sudah sedikit tau mengenai organisasi
Nahdlatul Ulama (NU) karena waktu itu dedi sudah berkecimpung di Jamiyyah Rebana
yang notabennya alumni dari IPNU, dan saat itu IPNU mengadakan Ziarah &
Wisata di wali 8 ke Jawa Timur pada tahun 2007, sehingga dedi tertarik untuk ikut
ziarah tersebut, namun tidak dapat restu dari orang tua jadinya enggak boleh
mengikutinya.
Ketika usai dari jamiyyahan
rebana rutin, dari temen rebana mengasih saya pengumuman Makesta IPNU-IPPNU,
dipikiran saya apa itu makesta?, setelah itu saya bertanya kepada teman saya,
dia menjawab dengan bercanda, makan-makan dan pesta, sontak saya senang dan
ingin mengikutinya, tapi setelah itu saya mengetahui panfletnya kalau makesta
itu Masa Kesetiaan Anggota.
Setelah itu saya meminta formulir
pendaftaran untuk mengikuti acara itu, alhamdulillah ibu saya mengijinkan
mengikutinya, dan saya mengikuti Masa Kesetiaan Anggota (Makesta) pada tanggal 29-30
Juni 2008 yang di selenggarakan di MI NU Khurriyatul Fikri Desa Pasuruhan Lor
di saat kepengurusan Rekan Tri Mulyono dan Rekanita Tri Shofiani di periode
2006-2008.
Periode 2008-2010
Setelah mengikuti Masa Kesetiaan
Anggota (Makesta) saya mendapat amanat dari kepengurusan Rekan Agus Triyono dan
Rekanita Novi Wakhidatun Ni’mah pada periode 2008-2010 sebagai anggota dari
seksi Hubungan Masyarakat (Humas), setiap ada acara saya dan Rekan Ma’ruf
selalu mengedarkan undangan dari rumah ke rumah anggota se Desa Pasuruhan Lor
dan Dukuh Goleng, selain pada waktu itu belum punya kendaraan saya harus
menghampiri Rekan Ma’ruf dan berboncengan bersama, kalau Rekan Ma’ruf lagi
berhalangan saya mengedarkan surat dengan menggunakan sepeda Federal yang dulu
berwarna orange.
Setelah selang beberapa waktu,
kakak saya membeli motor honda astrea sontak saya sangat senang sekali, karena
saya bisa mengedarkan surat dengan menggunakan motor kakak saya, dikala waktu
saat hujan deras mengguyur Kabupaten Kudus, saya terpaksa berhenti sejenak
ketika mengedarkan surat undangan tersebut ke anggota di Dukuh Goleng yang dulu
jalannya masih berupa tanah, hal yang sampai sekarang masih teringat sampai
sekarang yaitu saya sendirian mengedarkan undangan ke Dukuh Goleng, tapi motor
saya berlumuran dengan tanah yang di jalan, maklum jalannya masih berupa tanah,
sehingga sulit untuk berjalan untuk menuju ke lokasi.
Seusai mengedarkan undangan kepada anggota di Dukuh Goleng, terpaksa saya cuci motor kakak saya di jalanan yang berair, takutnya sesampai dirumah saya dimarahin oleh ibu saya, alangkah beratnya medan jalan walaupun hanya mengasihkan selembar surat undangan.
Bersambung...
Seusai mengedarkan undangan kepada anggota di Dukuh Goleng, terpaksa saya cuci motor kakak saya di jalanan yang berair, takutnya sesampai dirumah saya dimarahin oleh ibu saya, alangkah beratnya medan jalan walaupun hanya mengasihkan selembar surat undangan.
Bersambung...
Posting Komentar